Rabu, 18 Agustus 2010

Fenomena Tari Kontemporer

FENOMENA KONTEMPORER DALAM KARYA TARI MAHASISWA

JALUR TA PADA JURUSAN SENDRATASIK FBSS UNP

DAN STSI PADANG PANJANG

Indrayuda

Dosen FBSS Universitas Negeri Padang

Abstrak: Artikel penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menganalisis fenomena kontemporer yang terdapat dalam karya tari mahasiswa sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang melalui Tugas Akhir (TA). Dengan menfokuskan pada fenomena dan penyebab kecenderungan mahasiswa menganggap karya dengan pola garap dalam bentuk kontemporer. Temuan dalam penelitian ini mengungkapkan adanya kecenderungan yang dilakukan mahaiswa pada setiap menggelar dan menggarap karya tari dalam tugas akhir mereka, menggunakan model penyajian tari dalam wujud kontemporer. Aspek-aspek yang ditemukan adalah pada bentuk pola garap, tipe tari yang digunakan, konsep bentuk penyajian dan orientasi garapan. Gejala kontemporer ini berkembang di kalangan mahasiswa, melalui temuan penelitian disebabkan oleh seringnya mahasiswa dan dosen terlibat dalam pelbagai forum tari yang bersifat kontemporer, sering para dosen baik di Sendratasik FBSS UNP maupun pada Jurusan Tari STSI Padang Panjang melibatkan mahasiswa dalam beberapa karyanya, ataupun mengirim mahasiswa untuk mengapresiasi karya tari kontemporer dalam pelbagai forum tari. Selain daripada itu mahasiswa juga selalu dilibatkan dalam pelbagai workshop tari kontemporer dengan koreografer kontemporer nasional maupun internasional. Selain dari pada itu sosok figur seorang dosen yang selalu berkarya dalam bentuk pola garap kontemporer menjadi sebuah rangsangan ide dan kinestetik bagi mahasiswa, sehingga realitas ini menjadi suatu dorongan bagi mahasiswa untuk menggarap atri dengan pola kontemporer.

Kata kunci : fenomena kontemporer, karya tari mahasiswa, pola garap dan jalur TA

Pendahuluan

Seni tari yang pada dahulunya merupakan warisan budaya yang tersimpan dan terpelihara dalam kantong‑kantong budaya etnik tertentu, merupakan ungkapan dari pribadi masyarakat pendukungnya secara kolektif. Secara konvensi tari pada masa lalu harus memuat berbagai kepentingan untuk kebersamaan, di mana tari dapat dinikmati secara bersama. Dalam komunitasnya, dan seluruh simbolisasi dalam tarian tersebut merupakan milik komunitas tersebut, yang pemaknaannya dapat mereka interpretasikan secara bersama‑sama pula (Arbi, 1999:175)

Globalisasi yang mempersempit ruang dan waktu, di samping ideologi baru, pada kenyataannya menimbuikan suatu perubahan dalam cara pandang manusia terhadap hidup dan kehidupan. Globalisasi juga merubah cara pandang manusia terhadap sistem‑sitem sosial, politik, ekonomi dan sistem budaya, tidak terkecuali kesenian (Juprianto, 1999, 25).

Tidak terasa perubahan terhadap masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, masyarakat dengan pola tradisi menjadi modernisasi, begitu juga akibat adanya evolusi ilmu pengetahuan yang mengakibatkan pola pikir naluriah berganti dengan pola pikir rasionalisasi. Kaum naluriah yang disebut masyarakat tradisi saat ini menjadi masyarakat yang berorientasi pada rasio dan empiris dalam memandang sesuatu baik aktivitas maupun hasil cipta masyarakat tersebut (Sepriono, 2000: 3).

Fenomena dan trend globalisasi seperti tidak bisa dilepaskan dengan kemajuan peradaban manusia. Kemajuan peradaban tersebut disebabkan oleh lajunya pertumbuhan ilmu dan pengetahuan. Maraknya perkembangan sain (ilmu) membuat pola hidup manusia dalam bermasyarakat dan berbudaya mengalami perubahan. Perubahan dalam sistem sosial seperti bermasyarakat dengan sistem komunal bergeser kepada bermasyarakat dengan pola individual.

Dewasa ini tari dan senimannya mengalami evolusi, dari marginalisasi berevolusi ke sentralisasi, dari kantong‑kantong tradisi bergeser ke kantong­kantong industri dan akademik. Perubahan juga disebabkan karena seni tari sudah merupakan bahan studi dan kajian secara akademis, taripun menjadi objek laboratorium di studio‑studio akademisi seni di Indonesia dan berbagai belahan dunia. Sehingga bermunculan labor‑labor tari dan studio tari di berbagai tempat di Indonesia.

Akademisi tari membangun suatu pertumbuhan tari dengan menggelar berbagai workshop‑workshop dan eksperimen dengan melibatkan unsur seniman otodidak dan dari jalur kesenian lainnya. Kehadiran workshop atau bengkel‑bengkel tari tersebut melahirkan berbagai fenomena‑fenomena baru dalam perkembangan dunia tari di Indonesia. Workshop‑workshop tersebut memunculkan berbagai kemung­kinan dalam persoalan penciptaan dan teknik tari. Eksperimen yang dilakukan antar seniman baik akademisi maupun otodidak melahirkan trend baru dunia tari, yang saat ini cenderung disebut kontemporer (Wismayati, 1992: 17).

Dunia tari sekarang tidak lagi tumbuh dari akar tradisi atau dalam kegiatan ritual, seremonial maupun kegiatan religius saja, tetapi tari tumbuh dari ekspresi individu per individu. Tari tidak harus tumbuh dari kepentingan suatu komunitas tertentu saja, yang lebih dilakukan untuk suatu kebutuhan agama dan adat istiadat. Saat ini tari lebih berkembang pada kepentingan ekonomi, sosial politik dan ilmu pengetahuan.

Tari dipandang saat ini tidak saja berolah sukma. Kenyataannya tari tidak lagi sebatas keindahan estetika yang kasat mata, akan tetapi tari sudah menjelajah dunia seni lainnya, sebut saja teater dan Seni Rupa. Banyak ditemukan penyajian tari dalam sebuah festival atau pergelaran yang terlihat mengadopsi konsep‑konsep atau idiom seni lainnya.

Susah dewasa ini membedakan antara penyajian tari dan teater. Fenomena di atas sering akhir‑akhir ini menjadi trend para seniman individual. Kalangan pengamat seni menyebut fenomena tersebut sebagai fenomena kontemporer. Ternyata tari tidak tunduk lagi pada norma dan etika kolektif pada satu komunitas saja, tari bisa mengakulturasi dan meng­kolaborasi normatif yang ada di berbagai etnik maupun komunitas, atau sama sekali tidak terikat dengannya. Sesuatu yang penting adalah mengutamakan keinginan dan gagasan kreator atau koreografernya, terserah di mana ia berpijak (Murgianto, 1993:229).

Tari saat ini tidak saja berfungsi sebagai seni yang terpakai, tetapi tari juga dapat berfungsi sebagai seni yang bermuatan. Seni muatan dapat mengungkapkan fakta‑fakta sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Seni muatan, menyampaikan gagasan‑gagasan yang berperan untuk mengungkapkan kejadian, mengusulkan atau memberikan sumbangan pikiran terhadap masyarakat penontonnya.

Lebih lanjut dewasa ini, koreografer Indonesia ataupun Sumatera Barat, baik yang akademisi maupun otodidak, cenderung berorientasi ke bentuk seni rnuatan. Seni tari muatan yang juga merupakan tipikal dari bentuk seni tari kontemporer. Seni tari kontemporer pada prinsipnya lebih menyajikan bentuk‑bentuk yang aktual dan gagasan kontekstual. Tari kontemporer lebih bersifat kepemilikan pribadi yang sangat individual.

Menjadi persoalan dalam tulisan ini adalah cenderung koreografer­koreografer baik otodidak maupun akademisi kurang memahami prinsip-­prinsip kontemporer, baik secara esensi maupun secara substansi. Apalagi dalam mendefinisikan tari kontemporer sebsagai sebuah karya tari yang bermuatan. Namun mereka tetap saja intensif dengan menggarap karya tari dengan pola garap kontemporer, apakah mereka paham dan mampu menjelaskan makna dari sebuah karya tari kontemporer itu persoalan lain, yang penting mereka menurut mereka sendiri mampu menggarap sebuah kary tari dengan pola garap kontemporer. Sering para mahasiswa mengaktualisasikan dirinya dengan sebutan koreografer muda kontemporer, padahal secara esensi sebahagian besar ada yang belum tuntas dalam memahami esensi kontemporer itu sendiri, namun sehingga kini selalu saja mahasiswa tidak bergeming dengan menggarap karya tari pada tugas akhirnya (ujian kesarjanaannya) dengan garapan karya tari kontemporer.

Persoalan di atas perlu untuk ditindaklanjuti dalam kajian atau penelitian, sebab itu penelitian ini akan mengkaji permasalahan di atas yang difokuskan pada fenomena kontemporer yang terdapat dalam karya tari mahasiswa Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang, di mana hal tersebut dilihat dari hasil ujian TA mereka. Fenomena kontemporer ditelusuri melalui berbagai pola garap dalam komposisi dan koreografi mereka secara keseluruhan dalam satu kesatuan.

Rumusan Masalah

Masalah utama yang akan ditelusuri dalam penelitian ini, adalah masalah sejauh mana koreografer dapat memuat fenomena‑fenomena kontemporer dalam karyanya, disamping itu kenapa timbul kecendrungan mahasiswa untuk menggarap karya tari kontemporer. Merujuk uraian di atas banyak di antara koreografer‑koreografer masa kini yang menyajikan karya tarinya dengan pola garap kontemporer, terutama koreografer yang berasal dari akademisi. Namun Selain belum kongkritnya alasan mereka tentang kecendrungan menggarap karya tari kontemporer, merekapun belum mampu secara konseptual menjelaskan esensi dari kontemporer tersebut. Akan tetapi trend garapan kontemporer ini sulit dibendung dalam kreatifitas mahasiswa Sendratasik FBSS UNP dan STTSI Padang Panjang.

Berdasarkan permasalahan di atas, dapat diajukan pertanyaan yang akan diteliti dan ditelusuri, untuk itu perlu masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut: “ Apakah ada fenomena kontemporer dalam karya tari Mahasiswa TA Sendtratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang, dan Apakah penyebab kecendrungan mahasiswa lebih memilih menggarap karya tari kontemporer”

Artikel merupakan sebuah hasil penelitian karya ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan adanya fenomena kontemporer dalam karya tari Mahasiswa TA Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang. Selain dar itu bertujuan untuk menganalisa kenapa terjadi kecendrungan mahasiswa sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang menggarap karya tari kontemporer.

Kajian Literatur

Pengaruh Perubahan Sains,Sosial Budaya Terhadap Tari

Adanya perkembangan dalam pengetahuan tari di dunia akademik, menyebabkan berkembangnya pula kreativitas dan atmosfir tari di luar akademik. Pengetahuan dapat menentukan arah kebudayaan, sebaliknya kebudayaan tersebut dapat menghasilkan suatu pengetahuan, yang selalu berkembang ke depan. Dunia tari merupakan suatu bagian dari kebudayaan yang mau tidak mau harus berhubungan dengan pengetahuan.

Parson (dalam Sepriono, 2000: 17) menjelaskan bahwa dalam suatu kehidupan manusia, mereka terjalin dalam satu mata rantai, baik dipengaruhi oleh eksternal maupun internal. Kedua faktor tersebut menunjang manusia untuk berbuat, dan kedua faktor tersebut berfungsi saling mengikat, seperti dalam sistem sosial. Lebih lanjut Wismayati (1992: 28) menjelaskan bahwa dunia seni seperti halnya dunia tari, berkembang secara progresif seiring perubahan sosial budaya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu, perubahan dan perkembangan pada seni tari bagi senimannya akhir‑akhlr ini, dimulai dari penemuan‑penemuan baru di laboratorium (studio) tari, yang dilakukan oleh kalangan akademik.

Penegrtian Kontemporer

Putu Wijaya (dalam Yuda, 2003: 3) menjelaskan kontemporer sebagai suatu bentuk karya seni yang mengandung arti, misi, gebrakan bahkan cukup dengan percobaan. Kontemporer berarti juga suatu usaha seniman untuk membebaskan diri dari kungkungan waktu, tempat, situasi dan nilai‑nilai usang (tradisi). Seni kontemporer tidak lebih dari pertunjukan cita rasa pembebasan berekspresi. Wujud dari seni kontemporer dapat berupa eksperimental yang merupakan suatu usaha untuk mencari idiom‑idiom dan bahasa pengungkapan baru.

Lebih lanjut Putu Wijaya mengatakan, bahwa konsep kontemporer selalu membebaskan diri dari kemacetan pada satu nilai yang semula dianggap sebagai sumber dari segalanya. Seni kontemporer menabrak patron yang ada sehingga tidak tercegah dan tidak dapat disekap dari hukum kehidupan, seni kontemporer selalu bergerak mengikuti nafas, waktu, ruang serta berbagai kemajuan zaman yang tak henti‑hentinya, dan terus tumbuh ke depan. Seni kontemporer merupakan usaha untuk mengaktualisasikan diri, agar sesuai dengan zaman yang melingkupinya. Sehingga masalah yang dihadapi oleh kontemporer adalah hal‑hal yang kontekstual, dengan konteksnya maupun persoalan yang sedang aktual.

Tari Kontemporer

Pandangan lain dari Hidayat (1994: 15) terhadap tari kontemporer adalah terletak pada pencarian nilai‑nilai baru oleh koreografernya. Pencarian nilai‑nilai baru selalu bergulir dari satu produk ke produk lainnya, sehingga pencarian tidak menjadi hal yang monumental atau klasik, hal ini yang disebut temporer.

Pencarian tersebut bukan saja dari penjelajahan terhadap tubuh, ruang dan waktu, juga pencarian dengan menjelajah terhadap berbagai kemungkinan baru dari segi pola garap, komposisi maupun segala unsur penunjang dari sebuah pertunjukan tari.

Tari kontemporer bukan saja menjelajah tubuh sebagai media gerak dengan menghasilkan bentuk‑bentuk baru, akan tetapi tari kontemporer juga menjelajahi sumber‑sumber tradisi. Kenyataan dewasa ini sumber‑sumber tradisi menjadi trend pada koreografer kontemporer sebagai bahan garapannya dalam melahirkan sebuah koreografi baru.

Merujuk pendapat Hidayat tersebut, ternyata tari kontemporer bukan berarti meninggalkan begitu saja persoalan tradisi, akan tetapi vocabulary tradisi masih menjadi bahan olahan, atau sumber garapan walau seni kontemporer bersifat individual.

Di satu sisi Andra (1997: 19) menjelaskan bahwa seni tari kontemporer selalu bersifat aktual. Artinya persoalan atau gagasan yang dituangkan dalam tari kontemporer selalu baru, atau kekinian, baik cerita, bentuk maupun pola garap. Cenderung tari kontemporer mengusung persoalan yang humanitis, terdorong oleh persoalan kemanusiaan.

Tari kontemporer atau seni kontemporer, bukanlah bersifat wester­nisasi, dalam artian harus berorientasi ke dunia barat, namun yang dapat menyangkut nilai‑nilai lama dalam tampilan yang baru dan segar. Kontemporer tidak terikat dengan aturan‑aturan yang baku dalam tari tradisi atau tari klasik.

Seni kontemporer bukanlah mencampakkan vocabulary atau nilai‑nilai tradisi, akan tetapi sebaliknya karya kontemporer lebih banyak menggali nilai­-nilai tradisi dan mengungkapkannya kembali dengan suatu pemahaman baru yang inovatif, dengan didorong oleh kebebasan berekspresi. Akhir dari tindakan tersebut terlihatlah nuansa tradisi tetapi merupakan nilai‑nilai baru dan menjadi kepemilikan pribadi senimannya (Soedarso, 1992:19).

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan asumsi‑asumsi penelitian kualitatif dalam sifatnya mengungkap persoalan yang bersifat fenomenologis, dengan latar alamiah. Dalam hal ini, kenyataan fenomena budaya dalam penggarapan karya tari (koreografi) dijadikan sebagai sasaran untuk memahami tari kontemporer dalam segi pola garap dan komposisi. Untuk memahami adanya pengaruh fenomena kontemporer dalam karya tari mahasiswa Sendratasik dan STSI Padang Panjang jalur TA dilakukan beberapa metode meliputi Studi kepustakaan, etnografis, dan studi dokumentasi.

Pada tahap awal dilakukan upaya penelusuran terhadap hasil‑hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan. Beberapa hasil penelitian terkait seperti yang dikemukakan pada bagian studi kepustakaan sebelumnya. Hasil penelitian itu dapat memberikan inspirasi untuk menelusuri bagaimana kenyataan bentuk‑bentuk dari koreografi kontemporer dan menelusuri proses penggarapannya. Untuk mempertajam faktualitas data maka studi kepustakaan itu mendorong penulis untuk melakukan suatu etnografi dan analisis komposisi yang terbatas pada dua kawasan. Pertimbangan teoritisnya adalah kawasan pola garap dan komposisi tari dan presentasi dari pertunjukan karya tari. Tentu hal ini dipandang bermanfaat untuk meraih deskripsi yang lebih konkret atas realitas fenomena‑fenomena kontemporer yang mempengaruhi bentuk karya tari tersebut.

Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, data dikumpulkan melalui data kepustakaan, dan data lapangan. Data kepustakaan difokuskan pada sumber‑sumber yang dianggap relevan dengan topik penelitian, kemudian berupaya menemukan literatur yang memuat konsep‑konsep dan teori yang berhubungan dengan objek penelitian, guna dijadikan sebagai landasan untuk menganalisis data‑data penelitian.

Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui beberapa teknik. Untuk menelusuri gambaran sistem sosial budaya dan fenomena budaya dilakukan studi kepustakaan dan observasi terlibat. Untuk menelusuri pola garap dan komposisi serta pertunjukannya dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi mendalam. Demikian juga untuk mendapatkan gambaran tentang proses penciptaan dilakukan dengan wawancara dan observasi terlibat.

Di samping dengan teknik yang dilakukan di atas juga dilakukan dengan bantuan peralatan seperti kamera video, kamera photo dan peralatan audio atau recorder. Dalam melakukan wawancara, peneliti menemui aktor dari pelaku pertunjukan tari tersebut seperti pelatih koreografer, penari, pemusik, pimpinan kelompok tari, beberapa masya rakat dan beberapa seniman pelaku serta kritikus tari.

Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dengan menghindari tendensius dan memperturutkan perasaan, untuk itu peneliti tetap mengutamakan kejernihan pikiran, ini merupakan upaya yang sangat harus diperhatikan. Hal dimaksud bertujuan untuk menjamin keobjektifitasan penelitian, dengan tujuan agar tidak mempengaruhi “natural setting” dan latar penelitian. Instrumen lain seperti: buku catatan, alat pencatat, camera video, camera foto, dan tape recorder yang keseluruhannya bersifat melengkapi instrumen utama.

Analisis Data

Analisis kawasan merupakan cara berpikir yang sistematis memberikan atau menguji sesuatu untuk menentukan hubungan antar bagian serta hubungan bagian‑bagian dengan keseluruhan pertunjukan koreografi dan keberadaannya di tengah masyarakat penonton dan masyarakat akademik di Jurusan Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang. Dalam penelitian ini analisis kawasan mengidentifikasikan beberapa kawasan di antaranya (1) jenis‑jenis aktor, (2) jenis objek fisik yang tercakup dalam proses pemaknaan tari dalam kehidupan masyarakat penonton dan akademis, (3) jenis‑jenis tindakan yang dilakukan oleh para aktor, (4) jenis‑jenis jalannya penyajian atau pelaksanaan tari, (5) jenis‑jenis periode waktu yang dipergunakan dalam penyajian tari, (6) jenis‑jenis tempat yang digunakan dalam kegiatan aktor, (7) jenis syarat atau aturan yang berlaku dalarh penyajian tari, (8) jenis‑jenis struktur penyajian tari.

Teknik Penjaminan Keabsahan Data

Untuk memperkuat kesahihan data hasil temuan dan otensitas, maka oleh sebab itu peneliti dalam hal ini mengacu kepada penggunaan standar keabsahan data yang terdiri dari: (1) kepercayaan (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) dapat dipertanggungjawabkan (dependenbility), (4) penegasan atau kepastian (confirmability).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Profil Dosen Koreografi Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang

Profil dosen Koreografi di Sendratasik FBSS UNP, tidak satupun yang bisa disebut seniman, baik bertaraf lokal, nasional dan internasional. Walaupun dosen tari dari FBSS UNP ada juga yang disebut seniman, malah bertaraf internasional seperti Indrayuda yang cukup dikenal oleh seniman tari dalam dan luar negeri, akan tetapi Indrayuda tidak selalu secara kontiniu mengajar mata kuliah koreografi. Persoalan ini disebabkan oleh kebijakan pimpinan jurusan Sendratasik. Ada kesan pimpinan jurusan di Sendratasik sengaja menyebar dosen tari ke berbagai mata kuliah, sehingga dosen tersebut mendapat pengalaman yang lain dari mengajar mata kuliah tersebut.

Para dosen sendratasik dalam proses belajar mengajar, jarang yang terlihat memaksakan kehendak, seperti mahasiswa bimbingannya harus sedikit ditekan untuk mengikuti gayanya, atau harus mengikut pada ide-idenya. Sisi positif ini muncul disebabkan karena Jurusan Sendratasik adalah Jurusan (institusi) yang masih melahirkan para guru, disisi lain para dosennya rata-rata bukan berprofesi seniman (Koreografi) diluar akademis sehingga mereka tidak memiliki ego seniman dalam mengajar mahasiswa. Dalam berbagai pemberian contoh materi, sering dosen Koreografi Jurusan Sendratasik FBSS UNP memberikan contoh yang lebih universal, ataupun lebih global, baik tentang karya tari tradisi dari berbagai daerah dan negara, begitu juga dengan karya kontemporer.

Suatu hal lagi, Sendratasik berada di Pusat Kebudayaan Sumatera Barat, dengan Taman Budaya sebagai barometer pertumbuhan tari Sumatera Barat dan Indonesia bagian barat. Dengan adanya Taman Budaya, para dosen Koreografi memberikan banyak waktu untuk mahasiswa berapresiasi dengan banyak pilihan, dan memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk kerja mandiri. Tugas mandiri ini secara periodik pertiga minggu selalu dipantau dan dievaluasi oleh masing-masing dosen pembimbing mereka

Profil lain dari dosen Koreografi yang dipaparkan adalah STSI Padang Panjang. STSI Padang Panjang merupakan sebuah institusi seni yang bergerak di bidang ilmu murni. Hampir 98% para dosen tari di STSI Padang Panjang lulusan berbagai perguruan tinggi seni di Jawa (Yogya dan Solo) serta STSI Denpasar Bali, hanya 2 orang saja yang berijazah Sarjana Pendidikan tari lulusan Sendratasik FPBS IKIP Padang.

STSI Padang Panjang juga menghasilkan saat ini 7 (tujuh) orang Koreografer akademik, seperti Indra Utama, Syaiful Herman, Rasmida, Susarita Lora Fianti, Martion, Sawasnimar dan Ninon Syofia. Ketujuh dosen tersebut memegang mata kuliah Koreografi, dimana mata kuliah Koreografi adalah mata kuliah yang mempelajari tentang penciptaan tari. Diantara ketujuh dosen yang juga seniman tersebut ada tiga orang yang telah berkiprah dalam percaturan tari di Internasional, yaitu Indra Utara, Syaiful Herman, dan Susarita Lora Fianti.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, ada kalanya dalam proses belajar mengajar dosen Koreografi yang sekaligus seniman ini sedikit banyaknya memaksakan mahasiswa dalam melahirkan karya cipta tari mengikuti gaya mereka masing-masing. Namun sebagian mahasiswa ada juga yang keluar dari gaya dosen mereka. Pada dasarnya pemaksaan tersebut tidak berupa manifes (langsung) tetapi secara laten, seperti percontohan-percontohan karya karya mereka, cara pembimbingan yang agak mengarah kepada gaya Koreografi mereka. Disisi lain terlihat juga sikap ngotot dosen dalam berdialog dengan mahasiswa menggiring kepada ide-ide mereka. Akan tetapi tidak seluruh dosen Koreografi yang terlihat kaku dan ego dengan diri mereka, dalam membimbing mahasiswanya. Sebagai contoh ada juga dosen yang fleksibel seperti Syaiful Herman, Martion, Ninon Syofia. Dosen ini memberikan kebebasan kepada mahasiswanya untuk memilih gaya atau pola garap koroegrafi sesuai selera dan keinginan mereka.

Keberadaan Festival dan Forum Tari di Sumatera Barat

Berbagai forum dan festival sudah menjadi agenda tetap bagi Sumatera Barat baik yang dilaksanakan oleh Badan Kesenian Pemerintah seperti UPTD Taman Budaya, maupun oleh NGO seperti Nan Jombang Group, Dewan Kesenian Padang, Dewan Kesenian Sumatera Barat dan World Dance Alliance Asia Pacifif Chapter West Sumatera (Sumbar), Indojati Group dan Tantra Dance Theatre, maupun oleh perguruan tinggi seni di Sumatera Barat seperti STSI Padang Panjang dan Sendratasik FBSS UNP. Forum dan festival tersebut ada yang berbentuk pagelaran, diskusi, workshop dan ada pula yang bersifat lokakarya.

Forum temu Koreografi biasanya diadakan oleh Taman Budaya dengan menggelar paling sedikit 4 (empat) karya tari dari empat Koreografer, baik Sumatera Barat maupun nasional. Sementara NGO yang lain sering melakukan kegiatan workshop tari dan diskusi atau bedah karya tari, seperti Tantra Dance Theatre, dan Indojati. NGO yang terbaru adalah WDA West Sumatera mengadakan kegiatan West Sumatera Dance Festival yang bertempat di STSI Padang Panjang. Disamping itu banyak Koreografer secara mandiri mengadakan pergelaran tunggal di Taman Budaya, baik Koreografer dari Tantra Dance Theatre maupun dari Nan Jombang Group.

Berbagai kegiatan tersebut seperti Forum Tari, Festival dan workshop, kolaborasi, pergelaran tunggal, diskusi dan seminar, merupakan ajang apresiasi, membagi pengalaman, dan sebagai tolak ukur bagi insan tari Sumatera Barat, termasuk mahasiswa dari Sendratasik maupun STSI Padang Panjang. Kegiatan tersebut ada yang berskala internasional seperti Gelanggang Tari Sumatera, West Sumatera Dance Festival, Seminar Etnokoreologi, kolaborasi yang diadakan oleh Nan Jombang dan Tantra Dance Theatre bersama Koreografer dari Amerika, Inggris dan Indonesia sendiri.

Kegiatan ini pada gilirannya merangsang munculnya fenomena dalam sikap, perilaku, dan karya tari serta gagasan dari seniman tari di Sumatera Barat, baik yang otodidak maupun yang berlatar belakang akademis. Iklim tari seperti ini memberikan suatu sumber apresiasi, inspirasi, rangsangan-rangsangan imajinasi, baik secara audiovisual maupun kinetis.

Pengalaman Kesenian Yang Dialami Mahasiswa

Pengalaman kesenian mahasiswa di perguruan tinggi dilihat dari keterlibatannya dengan berbagai peristiwa tari yang dikelola oleh masing-masing jurusan (Sendratasik dan STSI Padang Panjang). Disamping itu, keterlibatan mahasiswa secara pribadi dengan dosen yang berprofesi sebagai Koreografer. Dalam penelitian yang dilakukan, pengamatan lebih terfokus pada bagaimana pengalaman yang dilakukan mahasiswa secara pribadi dalam kerjasamanya mendukung garapan karya tari dosen mereka. Kegiatan ini baik yang dilakukan oleh dosen sendratasik FBSS UNP, maupun dosen tari STSI Padang Panjang.

Secara pribadi mahasiswa yang sedang mangambil mata kuliah Koreografi, yang pada gilirannya akan menempuh kesarjanaannya melalui ujian TA (Tugas Akhir Penciptaan Tari), tanpa diminta atau diajak serta, sering menawarkan diri untuk menjadi penari dalam karya cipta dosen mereka. Alasannya, karena mereka lebih dapat melalui pengalaman secara langsung bagaimana dosen mereka berkarya dan berkesenian. Ada beberapa hal yang akan mereka petik, diantaranya: (1) cara kerja (proses Koreografi), (2) penuangan konsep, (3) pengelolaan manajerial garapan, (4) cara eksplorasi (cara kerja), (5) pola garap Koreografi dan (6) kerjasama tim (antara penari, Koreografer dan penata musik).

Sisi positif dari persoalan ini adalah, dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa sendiri, untuk secara langsung terlibat dalam proses penciptaan tari yang dilakukan oleh dosen mereka sendiri. Adanya keterlibatan mahasiswa dalam karya dosen, walau tidak keseluruhan mahasiswa yang mampu atau terpilih, paling tidak terjadi dialog atau saling tukar pikiran yang berkisar tentang persoalan pencitaan tari. Selama ini mereka dibatasi oleh struktur dosen dan mahasiswa, akan tetapi pada kesempatan ini mereka adalah dalam hubungan Koreografer dan penari. Kedua struktur tersebut harus saling kerjasama dan satu kesatuan bahasa, untuk tercapainya sebuah hasil ciptaan tari yang utuh untuk digelarkan.

Sebagian diantara mahasiswa juga mendapatkan pengalaman berkesenian di luar kampus. Ada diantara mereka yang menjadi penari di berbagai sanggar tari di Padang, Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Mereka tergabung mulai dari sanggar yang bersifat amatir hingga yang bersifat semi profesional. Keterlibatan mereka juga beragam, ada yang paruh waktu dan ada juga yang penuh waktu. Maksudnya menjadikan sanggar sebagai tujuan utama, tetapi ada juga yang begitu mengutamakan kegiatan sanggar daripada kegiatan perkuliahan di kampus.

Selain beraktifitas di berbagai sanggar tari, mahasiswa juga membantu atau bekerjasama dengan seniman pribadi, seperti para Koreografer di luar kampus. Mahasiswa belajar menjadi seorang yang profesional, walau kualitas mereka belum begitu terukur, akan tetapi sikap dan perilaku mereka sudah mengarah ke arah profesional. Pada kesempatan lain mahasiswa sendratasik dan STSI Padang Panjang juga ikut membantu beberapa karya tari Koreografer nasional seperti Tom Ibnur. Pengalaman ini menjadikan pemahaman baru bagi mereka terhadap proses garapan dan pola garap karya tari. Mereka bukan saja mendapatkan keterampilan baru, akan tetapi juga pengetahuan baru tentang Koreografi.

Fenomena Kontemporer Dalam Karya Tari Mahasiswa TA Sendratasik FBSS dan STSI Padang Panjang

Dekade sejak berdirinya Institut Kesenian Jakarta dan Taman Ismail Marzuki, apalagi ditunjang dengan keberadaan Taman Budaya di seluruh Indonesia, menjadikan atmosfir pertumbuhan tari di Indonesia semakin menemukan jati dirinya. Apalagi semenjak kepulangan Bagong Kusudiarjo dan Wisnu Wardana belajar tari modern di Pusat Pelatihan Tari Martha Graham di Amerika Serikat pada akhir tahun 1960-an. Yang lebih dahsyat adalah semenjak Sardono Waluyo Kusumo menggarap Tari Meta Ekologi, dimana Sardono menggarap tari dalam lumpur di TIM pertengahan tahun 1970-an. Dunia tari Indonesia semenjak itu semakin bebas menjelajahi bentuk-bentuk baru, yang dikenal dengan kontemporer.

Menurut Humprey (1983:21) menjelaskan kedekatan seseorang dengan tokoh tari yang mereka kagumi, dimana kekaguman menimbulkan suatu penilaian yang dapat meransang suatu kreativitas atau motivasi untuk berkarya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada beberapa Karya Tari Mahasiswa Jalur TA, dapat ditelusuri Fenomena Kontemporer dalam karya-karya tersebut. Analisa diarahkan pada berbagai aspek untuk menjelaskan fenomena tersebut: (1) Aspek tersebut ditinjau dari profil dosen masing masing di Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang, (2) Ditinjau kepada aspek Fenomena Karya Tari Seniman Tari Sumatera Barat, (3) Adanya berbagai festival dan Forum Tari di Sumbar baik bertaraf nasional dan internasional, dan (4) adalah keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan kesenian di kampus dan diluar kampus.

Keempat aspek tersebut dihubungkan dengan karya tari yang mereka ciptakan dalam ujian TA. Melihat karya yang mereka ciptakan ditemukan 4 (empat) indikator penting untuk melihat fenomena kontemporer dalam karya tari mereka. Keempat indikator tersebut adalah: (1) Pola garapan tarinya, (2) Bentuk penyajiannya, (3) Tipe dari, dan (4) Orientasi garapan. Setelah menelusuri kesembilan karya dari Sembilan Koreografer Mahasiswa Jalur TA di Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang ditemukan fenomena kontemporer lebih dominan berkembang dalam karya tari mahasiswa tersebut.

Sesuai hasil penelitian yang telah dipaparkan rata-rata mahasiswa Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang memiliki pola garap abstrak, naratif, dan naratif teatrikal. Ketiga pola garap ini berindikasi menghasilkan bentuk karya yang kontemporer, karena karya-karya tersebut tidak berpola liris atau ritme yang konstan dari pola irama gerak maupun pola irama musik. Dimana dalam karya-karya tersebut musik tidak lagi menjadi melodis. Di sisi lain bentuk penyajian dan orientasi sudah jelas menyatakan tari karya mahasiswa tersebut bersifat kontemporer, yaitu berorientasi modern tradisi kontemporer atau modern kontemporer.

Penyebab Kecendrungan Mahasiswa Menggarap (Menciptakan) Karya Tari Kontemporer

Aspek Pengaruh Dosen

Dosen adalah seseorang yang memiliki kekuasaan dan wibawa serta menjadi panutan ataupun tauladan bagi mahasiswanya. Dengan begitu menurut Ninon Syofia (2006: 21 April) bahwa dosen karena begitu karismatiknya, apalagi dia juga seorang yang berkarir sebagai seniman dapat mempengaruhi jalur pikiran mahasiswanya dalam berkarya.

Begitu juga pendapat Mairita (2006: 9 Juni) bahwa mahasiswa cenderung mendewakan dosen yang dianggap karismatik atau yang menurut mereka dapat diteladani. Sehingga fenomena tersebut terbawa-bawa dalam karya mereka. Andai dosen tersebut seorang seniman tari yang populer dan mendapat tempat di masyarakat, maka banyak diantara mahasiswa yang mengidolakanpun terbawa gaya dosen tersebut. Andai dosen tersebut cenderung berkarya kontemporer, mahasiswapun mengikuti trend kontemporer tersebut.

Aspek Pengaruh Karya-Karya Seniman Tari Sumatera Barat

Pengaruh karya-karya tari seniman Sumbar juga ikut mempengaruhi kecendrungan mahasiswa berkarya dalam bentuk tari kontemporer. Apalagi semenjak 1983 dengan adanya Tom Ibnur dan Deddy Luthan menggarap tari kontemporerer, yang keduanya adalah seniman tari tradisional asal Sumbar menyempatkan diri memberi worshop teknik tari Modern dan Koreografi di Sumatera Barat. Selanjutnya wabah kontemporer secara perlahan merasuk dalam koreografer muda Sumatera Barat, pada masa itu Ery Mefri. Eri Mefri dikenal dengan karya erotismenya yang vulgar. Kemudian berlanjut dengan Ibu Gusmiati Suid semenjak tahun 1988 setelah beliau hijrah ke Jakarta dan tak lupa pula Kiprah Boy GS dan seniman muda lainnya seperti Indrayuda dan Syaiful Herman.

Fenomena yang begitu mewabah adalah tatkala Gusmiati Suid berhasil dengan misi Tari Minangkabau Kontemporernya di KIAS Amerika Serikat tahun 1990. menurut Bagindo Fahmi (2006: 2 Februari) keberhasilan Gusmiati merupakan era tumbuhnya tari kontemporer di Sumatera Barat, apalagi sepulang dari KIAS Gusmiati sering memberi workshop tentang tari kontemporer, terutama tentang teknik tari. Adanya berbagai bentuk karya tari kontemporer dari seniman Sumatera Barat ikut meransang imajinasi insan tari termasuk mahasiswa. Karena penonton tetap tari kontemporer di Taman Budaya adalah mahasiswa. Dengan keseringan berapresiasi pada gilirannya mahasiswa terinspirasi untuk menghayati, memahami, dan melahirkan bentuk-bentuk tari kontemporer pula.

Menurut Martin (1963: 72) bahwa daya tarik lingkungan tempat tumbuh seniman, ikut mempengaruhi jati dirinya dalam berkarya. Seniman dan lingkungan tidak dapat dipisahkan, ransangan imajinasi awal adalah lingkungan tempat keberadaannya, kemudian baru menjelajah pada wilayah lain.

Sejalan pendapat Martin, Imelda (2006: 12 Februari) menjelaskan bahwa ketika mahasiswa di terobsesi dengan karya-karya kontemporer, karena lingkungan di sekelilingnya berkutat dengan karya tari kontemporer. Sehingga sampai-sampai ia tidak mampu untuk melahirkan tari kreasi yang berakar pada tari tradisi Minangkabau. Hal ini disebabkan karena dia berlatih menari di Taman Budaya Sumbar dan punya dosen tari yang sekaligus pembimbing karya TA nya, juga seorang seniman tari kontemporer.

Aspek Forum Tari dan Festival

Kota Padang dan kota Padang Panjang adalah dua kota yang menjadi garis tumbuh dan berkembangnya dunia tari Sumatera Barat. Padang Panjang dengan kehadiran STSI-nya, sementara kota Padang dengan Taman Budaya dan Sendratasik FBSS UNP. Kedua kota tersebut sering mengadakan berbagai pertemuan tokoh tari, festifal dan workshop, baik yang berskala nasional dan internasional. Banyaknya forum tari tersebut, termasuk seringnya NGO mengadakan workshop tari dengan peserta mahasiswa dan anggota sanggar tari, pada gilirannya, terjadi transformasi pengetahuan seputar tari kontemporer. Banyak aspek yang ditransfer ke mahasiswa, mulai dari ilmu koreografi sampai pada teknik tari kontemporer yang mutakhir.

Forum tari, mempertemukan berbagai tokoh tari yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri. Forum ini bertujuan saling bertukar informasi tentang trend tari kontemporer, maupun tentang perkembangan Ilmu Koreografi dan teknik tari masa kini. Dengan seringnya mahasiswa mengikuti berbagai workshop tari dengan berbagai koreografer atau pakar tari dari daerah lain atau manca negara, menyebabkan terjadinya pengayaan bathin dan peningkatan kualitas teknis yang dimiliki. Jujur saja, saat ini setiap forum tari selalu berkutat dengan pola garap kontemporer, berbagai workshop yang digelar, baik di Padang maupu di STSI Padang Panjang tak lain tak bukan adalah tentang tari kontemporer. Fenomena ini berdampak pada kecendrungan mahasiswa untuk melakukan hal yang sama dalam karya cipta tari mereka.

Para koreografer kontemporer bebas berekspresi. Hal lain adalah lebih bersifat individual, artinya pertanggungjawaban karya lebih kepada pribadi si penciptanya. Dan koreografer tidak perlu memikirkan tentang filosofi etnik tertentu, ataupun estetika etnik tertentu. Yang penting bagaimana seorang koreografer sanggup merefleksikan gagasannya lewat gerak tari, dan ekspresi yang didukung oleh ornamen pendukung lainnya. Kebebasan-kebebasan seperti ini yang selalu dibicarakan dan diajarkan dalam forum-forum tari, apalagi dengan melihat lansung karya tari tersebut dalam festival tari. Daya tarik ini yang memacu kecendrungan mahasiswa lebih memilih menggarap tari dalam bentuk kontemporer. Karena dengan jiwa muda mahasiswa merasa bebas berekspresi tanpa ada tekanan, jiwa muda ini dengan ada ransangan institusi dengan cepat menyalin berbagai persoalan seputar tari kontemporer.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Fenomena kontemporer muncul ditengah-tengah karya mahasiswa jalur TA, baik di Sendratasik FBSS UNP, maupun STSI Padang Panjang disebabkan oleh faktor: (1) Pengaruh dosen baik pengaruh karismatiknya maupun pengaruh karya-karyanya, (2) pengaruh adanya berbagai karya tari seniman Sumbar seperti Gusmiati Suid, Ery Mefri, Boy GS, Indrayuda, Syaiful Herman, (3) Adanya berbagai pelatihan atau workshop tari, baik yang diadakan oleh pemerintah (Taman Budaya) NGO seperti Nan Jombang Group, WDA West Sumater, Tantra Dance Theatre maupun Dewan Kesenian Sumbar dan Padang, (4) Adanya kebebasan berkarya bagi mahasiswa. Bentuk-bentuk kontemporer ini dapat ditemui dalam karya mahasiswa jalur TA, dan diamati melalui: (1) Pola garapannya, (2) Bentuk penyajian, (3) Tipe tari, dan (4) Orientasi garapan. Keempat indikator ini menjadi acuan dalam melihat fenomena kontemporer dalam karya tari mahasiswa jalur TA.

Tari kontemporer semenjak dekade 1983 hingga saat ini sudah merebut pasar penonton terutama pada segmen mahasiswa seni. Karena mahasiswa seni mempelajari berbagai bentuk tari dan perkembangannya. Mau tidak mau, mereka harus mengikuti perkembangan dunia tari apapun, termasuk tari kontemporer. Pengaruh nama besar koreografer tari kontemporer begitu tersohor (populer), pada gilirannya meransang mahasiswa untuk mengikuti langkah seniman besar tersebut. Seperti halnya Gusmiati Suid. Kecendrungan ini terlihat nyata di Perguruan Tinggi Seni.

Selain dari pada itu mahasiswa memandang tari kontemporer merupakan tempat kebebasan seorang seniman mencurahkan segala refleksi dalam ekspresi pribadinya. Dalam tarian kontemporer tidak ada kekangan untuk berkreatifitas. Apapun yang digarap atau diciptakan oleh seorang seniman, sah-sah saja. Tidak ada aturan yang baku dalam tari kontemporer. Sebab itu kekuasaan individu memegang peranan penting dalam karya tari kontemporer. Adanya pengaruh lingkungan tari kontemporer yang begitu kuat mengelilingi keradaan mahasiswa di kampus, mau tidak mau menyeret mereka untuk ikut terlibat dalam percaturan dunia tari kontemporer. Apalagi dewasa ini dalam berbagai workshop tari di lingkungan akademik sering mengetengahkan persoalan teknik dan pola garap tari kontemporer.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Diharapkan pertumbuhan tari kontemporer perlu mendapat arahan yang benar oleh dosen tari di Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang. Selain itu, disarankan untuk keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan dunia tari di Sumatera barat, Perguruan Tinggi Seni seperti Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang tidak terlalu terfokus dalam memberikan pemahaman pada tari kontemporer, juga perlu diperhatikan masalah tari monumental. Melihat lambatnya laju evolusi tari monumental, perlu kiranya menjadi bahan pemikiran dosen di perguruan tinggi seni.

Diharapkan adanya peningkatan kualitas dosen dalam membimbing mahasiswa jalur TA, sehingga hasil yang dicapai lebih maksimal. Di sisi lain diharapkan mahasiswa, baik Sendratasik FBSS UNP dan STSI Padang Panjang, tidak terlalu terpaku pada figur dosen dalam berkarya, terutama masalah karya tari kontemporer, karena karya tari kontemporer sangat individual, maka perlu mencari identitas diri (jati diri) sendiri.

.

Pustaka Acuan

Andra, Joni. 1997. "Proses Koreografi Tari Kunci Karya Ery Mefri". Laporan Penelitian. Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.

Arbi, Alfar. 1999. Urai Kerai Suatu Tarian dalam Ritual Pengobatan Pada Masyarakat Mentawai. Padang: Taraju.

Astuti, Fuji. 2003. "Performansi Perempuan dalam Seni Pertunjukan Minangkabau Suatu Tinjauan Gender" Laporan Penelitian. Padang­Lemlit UNP.

Bogdan, Robert C, dan Biklen. 1982. Qualitatif Research of Education Theory and Methods. Boston‑ Allyn and Bacon, Inc.

Haberman, Martin. 1981. Tari di Lingkungan Akademik (Terjemahan Ben Suharto). Yogyakarta: ISI Yogyakarta.

Hidayat, Robby. 1994. "Fenomena Koreografi Kontemporer Indonesia". Volume IV Tahun I Januari 1994. Jurnal Seni: ISI Yogyakarta.

Humprey, Doris. 1983. The Art of Making Dance. New York: Memorial Foundation.

Juprianto. 1999. “ Globalisasi Dari Ideologi Baru Menuju Peradaban Baru”. Padang : Pusat Kajian Salimbado

Martin, John. 1963. The Modern Dance. New York: Horizon.

Moleong, Lezy. J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Murgianto, Sal. 1983. Koreografi Pengetahuan Dasar Komposisi Tari. Jakarta: Program Pengadaan Buku Dikmenjur, Depdikbud.

_____________.1993. Ketika Cahaya Merah Memudar Sebuah Kritik Tari. Jakarta: CV Deviri Ganan.

Sepriono. 2000. Transformasi Budaya Pinggiran ke Budaya Massa. Padang: Taraju.

Soedarso. 1992. Seni Rupa dalam Perubahan, Yogyakarta.‑ Institut Seni Indonesia.

Spradley, James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta; Tiara Wacana.

Widaryanto, Fransiscus. 1993. Evolusi Srimpi Renggowati. Surakarta: MSPI.

Wismayati, VE. 1992. "Bagong Memang Gendeng: Suatu Tinjauan Koreografl". Laporan Penelitlan. Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta

Yuda, Indra. 2003. "Spirit Tradisi dalam Karya Tari Kontemporer". Makalah (Artikel) Disampalkan Pada Diskusi Tari di Etnomusikologi USU Medan.

__________.1993. Tinjauan Koreografis Tari Piring Koto Anau Sebagai Salah Satu Tari Tradisional di Sumatera Barat". Laporan Penelitian. Yogyakarta: Komunitas Karang Malang.

Tidak ada komentar: