Kamis, 19 Juli 2007

FORUM TARI INTERNASIONAL

Dari Gagasan ke Realitas yang Narsis

OLEH INDRA YUDA

Pemerintah Sumatera Barat, tahun anggaran 2007 – 2008 ini telah mencanangkan berbagai program kegiatan tentang kesenian. Program tersebut baik dari segi pembinaan, pengembangan, pelestarian maupun penciptaan. Kegiatan tersebut secara pelaksanaan diserahkan kepada UPTD Taman Budaya Sumbar, sebagai lembaga kontrol maupun rekomendir diserahkan kepada Dewan Kesenian Sumbar.

Menyimak tentang UPTD Taman Budaya Sumbar, saat ini diserahi tugas melaksanakan berbagai event (peristiwa) kesenian, baik yang berskala Internasional, salah satunya adalah peristiwa besar akhir Juni, tentang pertumbuhan & geliat tari di SumBar, yaitu diselenggarakannya forum Tari Internasional, yang digelar pada tanggal 28 Juni hingga 30 Juni 2007, di Teater Utama Taman Budaya.





Forum Tari Internasional ini diikuti oleh 4 (empat) negara, yakni
Indonesia, Malaysia, Fiji, & Korea Selatan. Tahun ini merupakan kali pertama UPTD Taman Budaya Sumbar mencoba menfasilitasi & sekaligus sebagai pengambil kebijakan secara teknis dalam forum tari yang berskala besar, seperti halnya forum Tari Internasional ini. Sebelumnya Taman Budaya hanya bertindak sebagai CO sponsor, artinya hanya sebatas sebagai penyedia gedung pertunjukan saja, sementara kebijakan teknis dan manajerial kegiatan dikerjakan oleh lembaga yang bersifat NGO yang ada di Sumbar ini. Dititik kebelakang, dalam sejarah forum tari yang telah terlaksana di Taman Budaya Sumbar, tahun ini merupakan suatu usaha yang progresif yang telah dilakukan oleh manajemen Taman Budaya Sumbar sekarang ini. Kenyataan tersebut dimulai dengan perencanaan program kegiatan kesenian Taman Budaya ke depan, di mana tim perumus tersebut melibatkan unsur seniman, salah seorang diantaranya adalah penulis sendiri.

Berbicara masalah rancangan kegiatan Taman Budaya sekarang & ke depan, yang nota benenya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah, dan dibiayai oleh APBD Sumbar, yang melalui proses pengesahan oleh wakil rakyat di DPRD Sumbar, sudah barang tentu program tersebut dirancang dengan konsep yang jelas dan terukur. Seperti misalnya memiliki input, output, indikator keberhasilan, begitu juga material, jadwal & Sumber Daya yang terlibat di dalam kegiatan tersebut seperti seniman pelaku contohnya, kesemuanya harus jelas dan dapat diukur, kalau tidak program tersebut susah untuk disetujui oleh DPRD & eksekutif.

Menyimak pada judul atau titel kegiatan tari ini yaitu forum Tari Internasional & berbanding dengan nama-nama peserta (Koreografer) yang ikut berpartisipasi, yang kita baca pada poster, baliho dan spanduk yang terpanjang. Sepertinya dalam hal ini kita pengamat tari mendapat suatu suguhan yang menarik, sehingga menimbulkan suatu reaksi pemikiran, baik berbentuk konfrontasi, dialegtika atau perdebatan, paling tidak bagi pengamat secara pribadi dalam alam pikir dan alam perasaan sendiri, belum lagi persilangan pendapat di warung kopi antara seniman pengamat.

Fenomena yang menarik untuk dipaparkan dalam tulisan ini adalah bahwa Kegiatan Forum Tari Internasional ini merupakan forum tari yang pertama yang dianggarkan dalam APBD yang nota benenya bersumber dari PAD Sumbar, disamping itu kali pertama pula UPTD Taman Budaya Sumbar sebagai pelaksana. Yang menjadi kritisi dalam hal ini adalah pihak Taman Budaya kurang mensingkronkan antara kulit & isi, artinya dengan judul acara yang prestisius seperti tiu, semestinya peserta atau koreografer yang terlibat baik dalam & luar negeri adalah orang-orang yang terpilih, yang berpedoman pada kriteria, kemapanan, fase-fase pentas yang telah dilalui, baik tunggal maupun kelompok, konsistensi, jati diri, jam terbang dan gagasan inovatif hingga kualitas koreografi. Sepertinya menilik nama-nama partisipan, perlu kiranya kita bertanya, apakah kegiatan yang begitu prestisius ini dikelola dengan serius atau sekedar menjalankan program? Atau sebaliknya ada oknum staff yang beraliran Narsisme, sehingga begitu mudahnya menyetir pikiran top manager? Kita tidak tahu, mungkin saja kita yang terlalu berhayal dam merindukan suatu suguhan yang prestisius, apalagi itu acara kita untuk kita.

Gagasan yang begitu bernas dalam rancangan, dan terlahir dalam judul acara prestisius, karena memang sudah lama event tari yang bertaraf Internasional tidak lagi muncul dihadapan kita, bersyukur UPTD mengapungkan kembali. Namun setelah kita menyimak kontestan yang diundang, embrio libido yang bernafsu, surut secara perlahan. Seyogyanya kegiatan ini, memang memunculkan nuansa kualitas, jam tayang dari seniman penyaji yang telah teruji, dan gagasan yang ivatif dan progresif, bukan reinkarni dari maestro tari yang telah ada. Secara objektif hanya beberapa orang saja yang bisa dinominasikan dalam kriteria angan-angan kita, bukan panitia, seperti dari luar negara yaitu San Hea Ha ataupun mungkin juga Suhaimi Magi.

Suatu yang mengherankan, informasi yang beredar bahwa untuk mengusung acara forum tari ini, pihak panitia menggunakan jasa kurator seperti Boy GS, salah seorang koreografer kondang dari Jakarta. Tapi toh dilihat dari nama-nama peserta yang muncul rata-rata belum mumpuni, malah sekali berkarya terus naik level pada pentas utama sekelas forum Tari Internasional ini. Sebab itu perlu juga kita pertanyakan arah dan sasaran forum tari ini. Dalam benak penulis yang salah dalam hal ini bukanlah kurator. Bisa jadi kurator telah diberi format versi panitia, sudah barang tentu kurator bekerja berdasar pesanan panitia sebagai pengambil kebijakan. Kita semua tahu nama yang muncul kebanyakan adalah mantan mahasiswa perguruan tinggi seni, yang baru saja menyelesaikan studinya. Apalagi kadang kala adalah karya akhir untuk kesarjanaan. Dimana letak proses kesenimannya? Mereka rata-rata mencari jati diri, memang kita tidak boleh pula memutus generasi ini, namun konteks titel acara seperti ini bagi mereka belum sesuai, kenapa judul acaranya tidak dinamakan saja “Young Coreographer International Dance Festival”.

Maukah kita, atau sudikah kita membiarkan forum tari yang berkelas ini terombang ambing oleh mahkota yang narsisme? Tentu tidak bukan? Kita mau forum tari ini menjadi centra pertumbuhan tari di Sumatera atau Indonesia. Apalagi kegitan tersebut di danai oleh dana rakyat, salahkah kita menambahkan yang terbaik disajikan untuk rakyat? Sudah barang tentu tidak.

Ada yang terlupakan mungkin oleh kita, bahwa sebuah gagasan yang baik mestinya dijalankan oleh orang-orang yang berkomitmen baik pula terhadap gagasan tersebut, bukan berarti gagasan sebagai kereta narsis mereka. Satu hal lagi, badan normatif perpanjangan tangan Gubernur dalam urusan kesenian yaitu Dewan Kesenian semestinya memberikan pertimbangan, atau memang belum terakomodasi oleh Taman Budaya dalam event ini, mungkin saja dalam event lain Dewan Kesenian ikut terlibat dalam pemikiran.

Semoga pada forum tari selanjutnya, kita dapat menikmati sebuah gagasan yang bernas terealisasi dengan konkrit. Sebetulnya wajar saja hal seperti forum tari kali ini seperti itu, ibarat anak baru lahir, tentu mengapai-gapai dalam menuju sesuatu. Kita mungkin menyadari juga bahwa kita jangan terlalu banyak menuntut pada forum tari kali ini, suka atau tidak suka mari kita nikmati saja dengan baik.***



Read More......