Abstrak
Perkembangan kesenian terkadang tidak selaras dengan perkem-bangan yang terjadi pada sebagian masyarakat pencinta seni. Lajunya perkembangan dunia seni, baik yang terjadi pada kreator dan karyanya, dirasa perlu dijembatani oleh suatu informasi agar komunitas pencinta seni memiliki suatu gambaran yang berarti. Dengan tujuan pada gilirannya dapat memberikan kontribusi tentang arah dan tujuan serta posisi dan nilai dari karya seni itu sendiri.
Dalam hal ini kritik seni sangat diperlukan kehadirannya, tentu bukan sembarang kritik, akan tetapi kritik yang cerdas dan bukan berupa ajang pembantaian maupun sebagai legitimasi.
Dalam artikel ini dipaparkan berbagai peranan kritik seni terhadap perkembangan kesenian seperti : kritik sebagai penilaian atas nilai, sebagai informasi, motivasi dan tolak ukur.
1. PENDAHULUAN
Dalam berbagai pertunjukan kesenian maupun pameran seni, seperti seni rupa dan seni kriya yang selalu disuguhkan untuk kalangan terbatas maupun masyarakat pencinta seni, sering kita jumpai kegiatan semacam ini kurang mendapat respon dari kalangan pengunjung ataupun penonton. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tiket yang terjual dan banyaknya tempat duduk yang masih belum terisi. Kendala seperti ini sering menghantui para penyelenggara pertunjukan dan pameran kesenian kita di tanah air.
Fenomena tentang sepinya penonton akhir-akhir ini, memancang bukan hal yang baru, apalagi untuk jenis seni yang temporer dan ekspresionisme maupun jenis seni instalasi. Lebih dekatnya dapat dilihat pada pergelaran tari, teater dan musik serta seni tradisional yang sering ditampilkan pada pusat-pusat kesenian atau pada Taman Budaya yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia.
Sering pertunjukan tari dengan gerak yang begitu artistik, suguhan teater yang menampilkan berbagai aktor yang berbakat dan tampilan komposisi aktor yang berbakat dan tampilan komposisi musik yang begitu didisain dengan pola-pola yang ritmis. Apalagi pertunjukan tersebut ditunjang dengan berbagai publikasi seperti media cetak dan elektronik, baik bersifat daerah maupun nasional, ke semua kiat tersebut belum menjamin terjaringnya animo masyarakat terhadap pertunjukan yang begitu berkualitas tersebut. Seperti kadang kala ada usaha panitia penyelenggara untuk tidak memungut bayaran, hal ini juga merupakan suatu usaha yang gagal.
Persoalan ini dapat diduga karena kurangnya informasi tentang berbagai objek seni dan persoalannya. Ketidaktahuan dan kurangnya wawasan terhadap objek seni, membuat masyarakat kurang tertarik untuk menyaksikan berbagai pertunjukan yang digelar oleh berbagai kalangan penggerak seni.
Menurut Sal Murgianto (1993: 12) di sinilah perlunya kritik seni dibutuhkan oleh masyarakat, masyarakat perlu diberi pemahaman tentang seni dan perkembangannya. Untuk membantu masyarakat dalam memahami seni, kebutuhan tentang kritik seni dirasa sangat penting sebagai salah satu media informatif. Akan tetapi kritik yang dibutuhkan bukan berarti kritik yang asal-asalan, tetapi kritik yang tajam dan cerdas.
Lemahnya animo masyarakat terhadap berbagai suguhan kesenian, dapat disebabkan oleh lemahnya mutu karya seni dan kurang berkualitasnya seniman sebagai seorang kreator. Seniman sangat dituntut untuk selalu dinamis, kreatif, produktif dan inovatif.
Seniman perlu berkaca, perlu ada data untuk evaluasi diri. Yang pada gilirannya sangat membantu dalam proses kreativitas selanjutnya, apakah tentang pencaharian ide, konsep garapan maupun membentuk pola-pola baru. Dalam konteks ini kehadiran kritik sangat berarti bagi seniman dan karyanya.
Pada kenyataannya dewasa ini banyak seniman kita yang alergi kritik. Mereka tidak mau untuk dikritik, ini salah siapa? Hal ini disebabkan juga sering seorang kritikus bertindak sebagai algojo. Kritik yang dilontarkan sering bersifat rekayasa dan subyektif. Apalagi dalam perkembangan dunia seni sekarang, ada kalanya juga kritikus tidak mengikuti lajunya arus perkembangan dunia seni, yang kenyataannya sudah semakin mengglobal. Akhirnya sering terlihat seniman sebagai seorang yang diposisikan sebagai terdakwa.
Satoto (1992: 12) berpandangan, bahwa banyak sebagian kritikus yang hanya karena pengaruh atau kedudukannya pada suatu lembaga kesenian, ikut mewarnai hasil penilaian terhadap suatu karya seni, padahal yang bersangkutan belum tentu memahami seni dan dengan segala perkembangan yang terjadi.
Berdasarkan kasus tersebut, ternyata banyak seniman mati di tengah jalan. Gejala ini sangat merugikan pertumbuhan kreativitas seniman dan perkembangan kesenian di tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan berbagai pendekatan terhadap kritik seni dari berbagai sisi, seperti kritik sebagai penilaian atas nilai, sebagai media informasi, motivasi dan kritik sebagai tolak ukur, yang pada gilirannya dapat membantu kelancaran pertumbuhan seni pada masa datang.
2. KRITIK SEBAGAI PENILAIAN ATAS NILAI
Sebagai sebuah kritik yang difungsikan untuk menilai suatu nilai seni dari objek kritikan, banyak hal yang harus diperhatikan. Dari masalah tehnis dan non tehnis serta unsur penunjang dari objek kritikan yang mendalam, penilaiannya perlu diketahui dan dipahami oleh seorang pengkritik dalam melancarkan kritikannya.
Memang menilai sebuah nilai seni tidak semudah menilai "dua tambah dua sama dengan empat", nilai di sini ibarat sesuatu yang tersembunyi di balik hijab. Ia lebih merupakan sesuatu yang bersifat abstrak yang terjadi dalam sebuah karya seni. Kita tidak langsung dapat mengatakan bahwa pertunjukan sebuah tari tersebut mengalami kegagalan, dengan kata lain kurang dapat memproyeksikan konsepnya ke dalam sebuah koreografi atau sebuah konsep bunyi yang diproyeksikan dalam aplikasi komposisi musik.
Menurut Kwant (1975: 19) mengatakan bahwa :
Karena berkisar pada nilai-nilai, maka kepekaan terhadap nilai harus memegang peranan pokok dalam kritik. Kalau kepekaan terhadap nilai itu tidak ada, kritik menjadi tanpa respek. Orang yang mampu memberikan kritik seni hanyalah dia, yang peka terhadap nilai-nilai artistik yang ada dalam sebuah karya seni.
Dalam memberikan penilaian ada hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan yaitu seperti aspek tehnis dan non tehnis. Kedua aspek ini sangat menentukan seorang kritikus dalam melancarkan kritikannya. Kedua aspek tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Aspek Teknis
Yang dikatakan aspek tehnis adalah hal-hal pokok dalam sebuah karya seni. Hal-hal yang pokok tersebut seperti contoh :
1) Untuk seni tari adalah penari, pemusik, alat musik pencahayaan, komposisi, kostum, rias dan koreografi tari secara menyeluruh seperti: desain lantai, desain atas, ruang, dinamik, dramatik, dan transisi, kemudian properti dan setting.
2) Untuk musik adalah pemusik, alat musik, melodi, ritem, dan komposisi musik yang dimainkan, desain dinamik, dramatik, dan harmoni.
3) Untuk teater adalah pemain (aktor dan aktris), pencahayaan, dialok, bloking, kostum dan rias, mimik atau ekspresi, akting, alur cerita yang didesain, terakhir properti dan setting.
4) Untuk seni rupa (non pertunjukan) seperti : jenis cat, jenis kampas, jenis kuas, komposisi ruang, komposisi warna, arah dan dimensi, teknik proyeksi.
b. Aspek Non Tehnis
Dalam aspek non tehnis kita lebih banyak berbicara secara ekstrinsik dari sebuah karya seni. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik perlu dipertimbangkan, sebab aspek ini sangat terkait dengan keberhasilan sebuah karya seni. Aspek non tehnis dapat dijabarkan sebagai berikut; pertama adalah aspek pendidikan dan pengetahuan seniman, selanjutnya kondisi di lapangan (seperti adanya insiden dalam sebuah pertunjukan), psikologis, sarana dan prasarana (fasilitas), cerita atau naskah dalam tari dan teater, lingkungan tempat tumbuhnya seorang seniman, latar belakang budaya, waktu (waktu dalam proses), judul dan sinopsis, klasifikasi seni (kontemporer, kreasi, tradisi, modern, post modern, happening art).
Pada persoalan kritik sebagai penilaian dirasa perlu membedah objek kritikan dengan sistematika penilaian. Sistematika sangat efektif dalam menentukan objektifitasnya sebuah penilaian. Di sini sengaja kita bicarakan masalah objektifitas, hal ini lebih disebabkan untuk menghindari kritik yang rekayasa, atau kritik yang bermuara hanya pada rasa senang atau tidak senang pada suatu objek.
Sistematika yang akan dilakukan adalah sistematika analisis (koreksi) dan evaluasi. Kedua sistem ini dapat dilakukan pada semua objek seni. Sebelum melakukan analisis perlu adanya data, data yang diperlukan adalah data tentang objek tersebut yang bersifat non tehnis seperti : ide (gagasan), judul, sinopsis, naskah cerita, tipe karya, bentuk penyajian, abstraksi karya, biodata seniman, konsep garapan, gambaran karya terdahulu, jenis klasifikasi seni (kontemporer, kreasi, natural, tradisi, happening art), seluruh data perlu dipahami.
Dalam melakukan analisis perlu mensingkronisasikan data dengan apa yang dilihat (apa yang disaksikan). Di sini tempatnya seorang kritik, mempertemukan antara aspek teknis dan non teknis. Pertemuan kedua aspek ini pada gilirannya diharapkan menghasilkan evaluasi yang objektif.
Langkah selanjutnya masuk pada tahap apa yang dinamakan dengan evaluasi. Dalam evaluasi sudah ada sebuah pernyataan dan keputusan (kesimpulan) yang akan dilontarkan. Pada frase kedua ini sudah dapat dinyatakan tingkat keberhasilan dan tingkat kegagalan. Di sini juga sudah bisa dilontarkan tentang nilai artistik dan estetik terhadap sebuah objek kritik.
Sebagai hasil evaluasi, perlu adanya argumentasi yang melatar belakangi pernyataan tentang nilai tersebut. Argumentasi didapat setelah melakukan analisis pada frase pertama.
3. KRITIK SEBAGAI INFORMASI
Kritik dapat mempengaruhi masyarakat terhadap perkembangan kesenian. Semakin baik kehidupan sebuah kritik dalam perkembangan kesenian, semakin berkembang pula seni itu dalam masyarakat. Kritik dapat berdampak negatif terhadap kehidupan kesenian dan sebaliknya pula dapat berdampak positif.
Menurut Sal Murgiantoro (1993: 12) mengatakan bahwa :
Menulis kritik tarik bukan hanya menentukan nilai, memberi laporan deskriptif tentang sebuah pergelaran, atau membantu masyarakat untuk memahami bentuk-bentuk seni. Lebih daripada itu semua, menulis kritik seni adalah juga menyampaikan sejumlah pandangan yang bernilai tentang sebuah pergelaran seni dalam bentuk tulisan yang menarik, jujur dan objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ditilik fungsi kritik sebagai informasi besar dampaknya terhadap masyarakat pecinta seni, seniman, kalangan intelektual, dan birokrasi seni. Sudah dirasa perlu kritikus menginformasikan hasil kritikannya secara populer di tengah-tengah masyarakat secara luas, baik masyarakat pendukung seni maupun masyarakat biasa di luar pendukungnya.
Dampak dari kurangnya informasi ini bisa dirasakan oleh kreator seni, seperti : kurangnya minat masyarakat untuk menyaksikan suguhan karya mereka. Tidak lain dikarenakan kurangnya kritikus memberikan penjelasan tentang seni dan karya seni dalam perkembangannya, baik yang aktual maupun yang bersifat tradisi.
Cuma saja dalam menginformasikan perlu dengan kejujuran tanpa merekayasa. Di lain pihak pemilihan redaksi kata harus mempertimbangkan segi sasaran yang dituju oleh kritikus. Seperti berbicara dengan masyarakat umum (general) tentu tidak bisa disamakan dengan orang akademik. Apalagi bila berhadapan dengan seniman, sedang kalangan seniman sendiri ada yang bersifat tradisi dan modern dan yang bersifat otodidak dan akademik.
Informasi dari hasil kritikan seorang kritikus diyakini dapat mempengaruhi imeg masyarakat sebagai penikmat seni. Mereka akan dapat mengetahui perkembangan seni dan senimannya, di samping mengetahui kualitas objek seni. Dari informasi yang diberikan mereka sudah punya wawasan tentang objek seni. Dan ini adalah hal yang sangat penting untuk mereka. Di mana modal dasar dalam berapresiasi adalah wawasan tersebut.
Bagi kalangan birokrasi seni, persoalan informasi dari kritikus sangat mereka butuhkan. Data ini mereka jadikan sebagai dokumentasi tentang perkembangan seni dan permasalahannya. Mereka dipastikan mengkoleksi seniman dan karyanya atas level-level yang sesuai dengan kriteria mereka, yang berdasarkan kepada informasi dari hasil kritikan yang mereka terima.
Sering kita mendengar pembauran istilah kontemporer dengan modern dan modern dengan kreasi dan seterusnya kreasi dengan tradisi. Fenomena ini disebabkan oleh kurang tajamnya penulis kritik menyatakan klasifikasi seni tersebut dalam tulisan mereka. Informasi yang mereka baca dalam berbagai ulasan hasil kritikan seorang kritikus tidak menggiring mereka untuk dapat memahami perbedaan tersebut.
Ketajaman informasi ini terkadang juga dapat disebabkan oleh faktor sumber daya manusianya. Lemahnya pengetahuan tentang objek, menyebabkan informasi simpang siur dan saling bertabrakan. Informasi sangat tergantung kepada pengetahuan tentnag kritik dan objek serta kejelian menganalisa sebuah objek.
4. KRITIK SEBAGAI MOTIVASI
Kritik tidak saja dirasakan hanya mengungkapkan kelemahan atau kegagalan dari sebuah karya seni yang dihasilkan oleh seniman. Betapa kejamnya seorang Mr X mengatakan bahwa karya musik Mr B tidak layak tampil dalam sebuah pertunjukan musik yang mereka gelar pada suatu pusat seni.
Kritik seperti itu lebih merupakan kritik yang mematikan dan tidak mempertimbangkan nilai etika dan psikologis. Hal ini perlu dihindarkan, karena kritik semacam ini tidak zamannya dalam era teknologi sekarang ini. Kritik tersebut lebih cocok dikatakan sebagai kritik yang tradisional.
Kritik harus membangun, seorang kritikus harus dapat menyatakan yang baik dan mana yang buruk. Segi apa buruknya dan segi apa baiknya. Dan dapat mengungkapkan apa penyebabnya. Yang paling terpenting lagi, bisa memberikan solusinya. Karena solusi dalam pemecahan masalah sangat dibutuhkan.
Pada sebagian karya seni terkadang mengalami kegagalan dalam pertunjukan, namun ada hal yang menarik dari karya tersebut untuk diungkapkan sebagai nilai tambah dalam memotivasi senimannya. Persoalannya bisa saja ada terobosan baru yang mereka tampilkan. Terkadang ide dan pola garap mereka sangat menarik.
Sering kita jumpai karya seni yang mulanya diolok-olok, namun pada akhirnya menjadi trend semua seniman. Alangkah baiknya diungkapkan dan dinyatakan kelebihan mereka. Toh mereka adalah sebagai seorang manusia yang mempunyai rasa dan jiwa. Setiap manusia pasti ingin disanjung dan tidak ingin diremehkan atau dicerca.
Sebuah karya seni diyakini mempunyai nilai tambah dan nilai kurang. Dengan kata lain ada positif dan ada negatif. Dengan jalan mengungkapkan sisi positif berarti kita telah memotivasi seniman (kreator seni) untuk berbuat lagi di masa mendatang, karena apa? Karena pada bagian lain kita pasti saja membicarakan kelemahan, ini semua dengan tujuan agar objek seni tersebut lebih berkualitas pada masa selanjutnya.
Dalam memotivasi bukan berarti merekayasa, namun di sini lebih menelaah sisi kuat dari karya seni tersebut. Teknis penyampaian hasil kritikan sangat dibutuhkan. Di sini perlu penganalisaan yang tajam tentang sisi kuat dair sebuah objek seni. Kalau berbicara sisi lemah sudah hal yang biasa dalam dunia kritik. Karena pada mulanya kritik timbul dari sebuah aksi negatif yang dilakukan oleh suatu objek tertentu.
5. KRITIK SEBAGAI TOLAK UKUR (KACA PERBANDINGAN/ INTRO-SPEKSI)
Kritik di satu sisi diibaratkan sebuah kaca, kaca tempat bercermin diri, kaca tempat melihat segi-segi tertentu yang ada pada tubuh manusia. Hitamkah, putih atau biru warna hidungnya, perlu melakukan pengacaan agar dapat mengenal diri lebih jauh dan terperinci.
Dalam perkembangan seni modern kehadiran kritik sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh peradaban manusia yang semakin maju dan terus berkembang. Dengan peradaban yang terus berkembang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi percaturan dan perkembangan kesenian di abad teknologi.
Dengan munculnya pertunjukan kesenian yang multikultural maupun multi interdisiplinner, secara jelas telah memperlihatkan, begitu dahsyatnya perkembangan kesenian tahun ke tahun. Perkembangan ini perlu pula dibarengi dengan perkembangan kritik sebagai mitra dari berbagai objek seni.
Pentingnya kritik sebagai kontrol atau kaca perbandingan dalam berkesenian lain dan tidak bukan, agar jangan karya dan senimannya tertinggal dengan informasi dan pengetahun yang sedang berjalan. Perlu dia mengukur sejauh mana kemampuannya dan apa yang telah ia perbuat, apakah mendahului zamannya atau malah surut ke belakang. Sejauh mana ia sanggup menerapkan kemampuan dan pengetahuannya terhadap karyanya, atau sejauh mana ia dapat menyerap pengetahuan yang diterima-nya.
Untuk itu berarti kita harus jujur, seorang kritikus harus jujur dalam melancarkan kritikannya terhadap objek seni yang dihadapinya. Karena sebagai kaca perbandingan ata tolak ukur untuk karya selanjutnya. Berarti hasil kritikan harus memuat hal-hal yang sangat komprehensif, ini disebabkan agar segala data tentang objek seni tersebut baik secara intrinsik maupun ektrinsik, diberikan kepada kreator objek seni tersebut.
Hasil yang diberikan perlu dilengkapi dengan argumentasi dan pemecahan masalah yang relevan dan tepat guna. Kekuatan argumentasi sangat mendukung objek kritikan untuk memahami dan mengetahui segala kelebihan dan kelemahan yang dilakukan objek tersebut.
6. PENUTUP
Imajinasi masyarakat adalah sebuah penilaian, di mana penilaian yang diungkapkan adlah penilaian yang konotasinya negatif. Segala aksi yang timbul dari suatu objek yang bersifat negatif selalu mendapat tudingan, cercaan, dakwaan dan pemojokan yang mematikan.
Sebetulnya dalam perkembangan kesenian di era teknologi sekarang ini, persoalan yang semacam ini tidak lagi menjadi fokus utama, karena perubahan peradaban manusia, kesenian dan pendukungnya pun ikut berubah pula. Dengan demikian kritik seni seperti itu lebih dikategorikan kepada kritik yang tradisional.
Perlu rasanya kritik seni lebih dimasyarakatkan, agar seniman dan masyarakat pendukungnya dapat mengetahui segala perkembangan, perubahan dan permasalahan seni dan senimannya. Untuk itu perlu berbagai pandangan terhadap kritik seni.
Kritik bukan saja sebagai penilaian apakah bagus dan tidak bagus. Kritik dapat dikategorikan ke dalam berbagai fungsi. Sebagaimana pertama sudah diketahui bahwa fungsinya adalah sebagai penilaian atas nilai seni, kedua sebagai informasi, karena hasil kritikan perlu diinformasikan ke segala lapisan. Selanjutnya sebagai motivasi. Objek kritikan perlu dimotivasi agar jangan tunas-tunas muda sebagai aset kesenian mati begitu saja.
Karena sudah sama-sama diketahui tidak seluruh dari objek tersebut mempunyai kelemahan. Terakhir jadikanlah hasil evaluasi tersebut sebagai tolok ukur untuk langkah mereka selanjutnya. Jadikanlah sebagai kontrol kreativitas yang sangat objektif bukan hal yang rekayasa. ***
DAFTAR PUSTAKA
Hardjana, Andoe. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kleden, Ignas. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES.
Kwant, E.C. 1975. Manusia dan Kritik (Men En Kritiek). Di Indonesiakan oleh A. Soedarminto. Yogyakarta: Kanisius.
Murgianto, Sal. 1993. Ketika Cahaya Merah Memudar. Jakarta: CV. Deviri Ganan.
_________. 1993. Seniman Tradisi Belum Siap Kritik. Dalam Jurnal MSPI, July 1993: 12-16.
Satoto, Soediro. 1992. Teater dan Film Sebuah Kritik. Dalam Jurnal Seni ISI, No. II/04 Oktober 1992: 13-18.
Sedyawati, Edy. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.